Senin, 01 Februari 2016

World War Z: Bab III: Kepanikan Besar (part 3)

Baca bagian sebelumnya di sini.

Ingin baca dari awal? Ke sini.


Topeka, Kansas, Amerika Serikat

(Dilihat dari sudut manapun, Sharon bisa dibilang cantik, dengan rambut merah, mata hijau berkilau, dan tubuh bak penari atau supermodel di jaman sebelum perang zombie. Dia juga punya kapasitas mental seperti anak usia empat tahun. Kami berada di Rumah Rehabilitasi Rothman untuk Anak-anak Terlantar. Dokter Roberta Kelner, yang menangani kasus Sharon, menggambarkan pasiennya sebagai "sangat beruntung." "Setidaknya dia masih punya kemampuan berbahasa dan cara berpikir kohesif," jelas si dokter. "Tidak banyak, memang, tetapi masih berfungsi." Dokter Kelner sangat ingin menyertai kami dalam wawancara, walaupun Dokter Sommers, si direktur rumah rehabilitasi, nampak tak terlalu berminat. Pendanaan untuk fasilitas ini sangat parah, dan administrasi presiden yang sekarang sudah mengancam akan menutupnya. Sharon mulanya nampak malu-malu. Dia tidak mau menjabat tanganku atau menatap mataku. Dia dulunya ditemukan di antara puing-puing bangunan di Wichita, tetapi kisah awalnya tak pernah benar-benar diketahui.)

Kami di gereja, mama dan aku. Papa bilang akan jemput kami. Papa harus melakukan sesuatu dulu. Kami harus tunggu papa di gereja.

Semua orang di sana. Ada banyak barang. Ada sereal, air, jus, kasur, senter, dan...

(Dia menirukan gerakan mengokang senapan.)

Bu Randolph punya itu. Katanya dia harusnya tidak bawa itu. Katanya mereka berbahaya. Dia bilang mereka berbahaya. Dia mamanya Rachel. Rachel temanku. Aku tanya dia mana Rachel. Dia menangis. Mama bilang aku tak boleh tanya soal Rachel. Mama suruh aku minta maaf. Bu Randolph kotor. Di bajunya ada kotoran merah dan coklat. Dia gemuk. Lengannya besar, lembut.

Ada anak-anak lain. Jill dan Abbie. Bu McGraw menemani mereka. Mereka punya krayon. Mereka coret-coret dinding. Mama bilang aku boleh ikut. Katanya tidak apa-apa. Pastor Dan bilang tidak apa-apa. Pastor Dan sedang bicara, katanya "tolong dengarkan..."

(Dia menirukan suara pria yang berat.)

"Semuanya harap tenang, tentara akan datang. Semuanya silakan duduk tenang dan tunggu sampai tentara datang." Orang-orang tak ada yang duduk. Semua berdiri, semua bicara, semua pakai benda ini...

(Dia menirukan gerakan bicara di ponsel.)

Mereka marah-marah, mereka banting benda itu, bilang kata-kata buruk. Aku kasihan sama Pastor Dan. Di luar ada...

(Dia menirukan suara sirene. Mulanya pelan, lalu kencang, lalu pelan lagi.)

Mama bicara sama Bu Cormode. Dan mama-mama yang lain. Mereka bertengkar. Mama marah. Bu Cormode bilang "lalu bagaimana? Kau mau bagaimana lagi?" Mama menggeleng. Tangan Bu Cormode bergerak-gerak. Aku tak suka dia. Dia istri Pastor Dan, tapi dia jahat.

Ada yang teriak "mereka datang!" Mama gendong aku. Mereka geret bangku-bangku. Mereka taruh di depan pintu gereja. "Cepat! Cepat! Tahan pintunya!" 

(Dia menirukan suara berbeda-beda.)

"Ambilkan palu!" "Paku!" "Mereka di tempat parkir!" "Mereka datang!"

(Dia menoleh ke arah Dokter Kelner.)

Boleh?

(Dokter Sommers nampak ragu. Dokter Kelner mengangguk sambil tersenyum. Saat itulah aku baru menyadari mengapa ruangan ini dibuat kedap suara. Sharon mulai menirukan suara erangan zombie yang paling realistis yang pernah kudengar. Dilihat dari ekspresi Dokter Sommers dan Dokter Kelner, mereka jelas sependapat.)

Mereka datang. Mereka tambah dekat.

(Sharon menirukan suara zombie lagi sambil memukul-mukul meja dengan kepalan tinjunya.)

Mereka mau masuk.

(Gedorannya di meja bertambah keras.)

Semua teriak. Mama peluk aku, bilang "tidak apa-apa."

(Suaranya melembut. Dia mengusap-usap rambutnya sendiri.)

"Aku tak akan biarkan mereka menangkapmu. Sst..."

(Gedoran di meja mulai terdengar tidak teratur, seolah Sharon menirukan gedoran beberapa zombie sekaligus.)

"Tahan pintunya!" "Tahan, tahan!"

(Dia menirukan suara kaca pecah.)

Jendelanya pecah. Jendela di sebelah pintu. Lampunya mati. Orang-orang panik. Mereka teriak.

(Dia kembali menirukan suara ibunya.)

"Sst...sayang, aku tak akan biarkan mereka menangkapmu."

(Tangannya pindah dari rambut ke kening dan pipinya, mengusap dengan lembut. Sharon melirik Kelner dengan padangan bertanya. Kelner mengangguk. Suara Sharon mendadak berubah, menirukan suara sesuatu yang menjeblak terbuka. Suara yang berat seolah keluar dari dasar tenggorokannya.)

"Mereka datang! Tembak! Tembak"!

(Dia menirukan suara rentetan tembakan.)

"Aku tak akan biarkan mereka menangkapmu!"

(Tiba-tiba Sharon menoleh ke belakang, seolah menyadari keberadaan seseorang di sana.)

"Anak-anak! Jangan biarkan mereka menangkap anak-anak!" Itu suara Bu Cormode. "Selamatkan anak-anak!"

(Sharon kembali menirukan suara tembakan. Dia lalu menyatukan kedua tangannya, membentuk kepalan tinju besar, dan mengayunkannya ke bawah.).

Anak-anak menangis.

(Dia menirukan gerakan menusuk, memukul, menikam.)

Abbie menangis. Bu Cormode gendong dia.

(Dia menirukan gerakan mengangkat sesuatu atau seseorang dari lantai, dan menghantamkannya ke dinding.)

Dan Abbie berhenti menangis.

(Dia kembali mengelus-elus wajahnya, menirukan suara ibunya.)

"Tidak apa-apa, sayang...tidak apa-apa..."

(Tangannya berhenti mengelus, lalu turun dan mencengkeram lehernya sendiri, seolah mencekik.)

"Aku tak akan biarkan mereka menangkapmu!"

(Sharon mulai megap-megap. Dokter Sommers beranjak untuk menghentikannya. Dokter Kelner mengacungkan tangannya. Sharon mendadak berhenti, mengayunkan kedua tangannya ke udara sambil menirukan suara tembakan senapan.)

Panas, basah. Mulutku asin. Mataku sakit. Ada tangan gendong aku. 

(Dia bangkit, menirukan gerakan lari.)

Bawa aku ke tempat parkir. "Lari, Sharon! Jangan berhenti!"

(Suaranya kini berbeda, bukan lagi suara ibunya.)

"Lari! Cepat lari!" Tangannya lepas aku. Lengannya besar, lembut.

Baca bagian selanjutnya di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar